Parigi Moutong, Timursulawesi.id – Polemik pergantian spesifikasi kaca pada pembangunan Gedung Perpustakaan Baru Parigi Moutong memasuki babak baru. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut, Sakti Lasimpala, menegaskan bahwa alasan kontraktor untuk mengganti desain kaca hanya mengada-ada dan tidak didukung kajian teknis.
Dalam keterangannya, pada Senin (1/12/2025), Sakti menyampaikan bahwa posisinya sebagai PPK bukan untuk mengikuti keinginan sepihak kontraktor.
“Sebagai PPK kita punya tanggung jawab besar. Jika salah mengambil keputusan, ada konsekuensi hukum. Semua keputusan harus melalui kajian teknis, bukan opini pribadi,” tegasnya.
Sakti menilai berbagai alasan yang disampaikan kontraktor, Stenly, dalam konferensi pers sebelumnya hanya upaya mencari pembenaran. Ia menyebut tidak ada satu pun argumen teknis yang dapat membuktikan perlunya pergantian kaca.
“Dia seenaknya bilang perencanaan awal gagal. Kalau memang gagal, ya buktikan secara teknis, bukan dengan asumsi pribadi,” ucapnya.
Sakti menjelaskan bahwa keputusan mempertahankan desain awal sudah melalui kajian mendalam oleh konsultan. Semua analisis pembanding terhadap argumen kontraktor menunjukkan desain awal lebih unggul.
“Hasil analisanya ada. Tapi ketika kita tolak, dia bilang saya tidak paham teknis. Padahal secara teknis, ada tim dan konsultan yang bekerja,” tuturnya sambil tertawa.
Ia memberi contoh argumen kontraktor soal beban kaca yang dianggap terlalu berat dan berpotensi jatuh. Kajian konsultan membuktikan anggapan itu keliru.
Desain awal menggunakan kaca tempered frameless berbobot 81 kilogram, dipadukan dengan spider fitting tipe heavy duty dari stainless steel 304/316 yang mampu menahan beban tarik dan geser hingga 200–300 kilogram.
“Artinya, alasan Stenly tidak punya dasar sama sekali,” tegas Sakti.
Sakti menambahkan, argumen kontraktor bahwa kaca frameless tidak aman saat gempa juga terbantahkan. Konsultan menyimpulkan bahwa sistem frameless justru lebih fleksibel dalam merespons pergerakan struktur.
“Desain awal sudah menghitung beban lateral, goyangan struktur, dan toleransi panel. Fitting frameless lebih toleran terhadap deformasi gempa,” jelasnya.
Sebaliknya, usulan kontraktor menggunakan kaca one-way dinilai berbahaya. Sistem bingkai aluminium/UPVC cenderung lebih kaku dan kurang toleran terhadap getaran, sehingga risiko pecah lebih besar saat gempa.
Bahkan, jika kaca one-way dipasang pada ketinggian 6,6 meter, potensi bahayanya meningkat.
“Kaca biasa jika pecah bisa jatuh seperti pedang raksasa. Itu sangat membahayakan orang di bawahnya,” ujar Sakti.
Selain itu, kaca one-way memiliki kekuatan lentur lebih lemah 4–5 kali dibanding kaca tempered, sehingga rentan pecah karena hembusan angin pada ketinggian tersebut.
Sakti menegaskan bahwa semua kekhawatiran kontraktor hanya bersifat asumsi tanpa didukung perhitungan teknis.
“Kalau bilang kaca bisa roboh saat gempa, harus dibuktikan dengan analisis beban gempa SNI, beban angin, hingga rekomendasi structural engineer bersertifikat,” tegasnya.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa setiap keputusan teknis dalam proyek wajib berbasis kajian, bukan opini pribadi kontraktor.
“Jangan hanya modal bicara dengan asumsi pribadi lalu mengklaim pendapatnya benar,” pungkasnya.








