Parigi Moutong, Timursulawesi.id – Pada Jum’at 12 September 2025, dampak aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), makin memprihatinkan.
Banjir bercampur lumpur kembali menerjang permukiman warga di Desa Air Panas, memicu keluhan mendalam dari masyarakat yang hidup dalam ancaman bencana ekologis.
Ketua Himpunan Pemuda Akhairat (HPA) Parimo, Ridwan, menilai bahwa bencana ini adalah hasil dari pembiaran yang terlalu lama terhadap maraknya tambang ilegal di wilayah tersebut.
“Akibat lambat ditertibkan, lahan tambang berakibat fatal bagi masyarakat,” tegas Ridwan.
Menurutnya, kerusakan lingkungan akibat PETI sudah tak bisa disangkal. Sungai yang dulunya jernih kini berubah menjadi aliran lumpur.
Tanggul penahan air pun gagal berfungsi saat banjir datang, menyebabkan sawah, kebun, dan bahkan rumah-rumah warga terendam air berlumpur.
“Ini bukan bencana alam murni, tapi bencana akibat ulah manusia yang dibiarkan tanpa pengawasan,” ujarnya.
Warga juga merasakan dampak langsung, salah satu warga Desa Air Panas, Hamsah, mengungkapkan bahwa banjir lumpur membuat akses jalan putus dan menghancurkan lahan pertanian.
“Kami sudah sering minta solusi, tapi belum ada tindakan nyata. Kalau begini terus, kami yang selalu jadi korban,” keluhnya.
Ridwan menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak bisa lagi hanya mengeluarkan imbauan, harus ada tindakan tegas untuk menertibkan tambang ilegal yang telah merusak lingkungan dan kehidupan warga.
“Setiap musim hujan, desa-desa sekitar Kayuboko jadi langganan banjir. Ini bukan hal baru, tapi sudah jadi pola berulang karena tidak ada penindakan serius,” katanya.
Lebih lanjut, Ridwan bahkan mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam melindungi masyarakat. Ia menduga, lambannya penertiban PETI bisa jadi karena adanya kepentingan tersembunyi.
“Apakah mata mereka sudah tertutup oleh sesuatu hingga tak lagi melihat derita rakyat?” sindirnya.
Ia mengingatkan bahwa jika situasi ini dibiarkan, bencana yang lebih besar seperti longsor, banjir bandang, dan krisis air bersih bisa terjadi sewaktu-waktu.
“Siapa yang akan bertanggung jawab kalau nanti banjir bandang merenggut korban jiwa? Jangan tunggu tragedi baru bertindak,” pungkas Ridwan dengan nada tegas.








