Parigi Moutong, Timursulawesi.id – Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) kembali menegaskan komitmennya terhadap legalisasi tambang rakyat. Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Bupati Parimo, H. Abdul Sahid, dalam Forum Penataan Ruang (FPR) yang digelar di Kantor Bappelitbangda Parimo, Selasa (29/7/2025). Forum tersebut secara khusus membahas percepatan penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di tiga Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang telah ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
“Keberadaan WPR ini bukan hal baru. Kita sudah berada di tengah proses. Sejak awal, pengusulan ini tentu sudah melalui pertimbangan agar tidak merugikan siapa pun,” ujar Sahid dalam sambutannya.
Tiga WPR yang dibahas dalam forum tersebut meliputi, WPR STG-01 di Desa Buranga, WPR STG-03 Desa Kayuboko, WPR STG-04 Desa Air Panas.
Penetapan ketiga WPR ini telah dilakukan sejak 21 April 2022 melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 103.K/MB.01/MEM.B/2022, yang kemudian dikuatkan oleh regulasi daerah, pada 11 Juli 2023 penetapan KP2B melalui Perda Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 1 Tahun 2023, kemudian 5 Oktober 2023 Penetapan LP2B melalui Perda Kabupaten Parigi Moutong Nomor 4 Tahun 2023.
Data ini sekaligus membantah isu yang menyebutkan bahwa WPR tumpang tindih dengan kawasan LP2B. Kajian teknis serta dokumen resmi menunjukkan bahwa lokasi ketiga WPR tersebut tidak berada dalam kawasan yang dilarang dan tidak bertentangan dengan tata ruang yang berlaku.
Dalam forum tersebut, Sahid menekankan pentingnya keberanian pemerintah daerah untuk menyelesaikan proses penerbitan IPR. Ia juga menyoroti bahwa legalisasi tambang rakyat akan memberikan dasar hukum yang kuat bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan, evaluasi, serta penindakan terhadap koperasi pemegang IPR yang melanggar.
“Kalau IPR sudah terbit, kita punya kewenangan penuh untuk mengawasi. Kalau melanggar, kita cabut izinnya,” tegas Sahid.
Sahid juga mengakui adanya risiko lingkungan dari aktivitas pertambangan, namun ia menyebut hal tersebut dapat diminimalisir jika seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bersinergi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Selama ini tambang dikelola secara ilegal, tak ada kontribusi ke daerah. Kita kejar legalitasnya agar ada pemasukan yang sah. Pemerintah harus hadir dalam pengawasan,” katanya.
Forum tersebut turut dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan OPD kabupaten, unsur provinsi, Kepolisian, dan Kejaksaan Negeri. Mereka sepakat untuk mendukung percepatan penerbitan IPR sebagai langkah untuk menyelamatkan masyarakat dari jeratan hukum akibat praktik pertambangan ilegal, serta untuk mendorong kesejahteraan melalui jalur resmi dan berkelanjutan.
Forum ini juga menegaskan landasan hukum yang melindungi keberadaan WPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 22A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025, yang menjamin bahwa WPR tetap sah dan tidak dapat dibatalkan meskipun terjadi perubahan pemanfaatan ruang di masa depan.
“Saya pun tidak menginginkan izin ini terbit jika bertentangan dengan aturan. Tapi jika kita sudah duduk bersama dan sepakat, kenapa tidak? Demi kesejahteraan masyarakat Parimo,” pungkasnya.