banner 970x250

Tolak Perkebunan Sawit, Warga Tojo Barat Gelar Mimbar Rakyat: “Kami Tidak Mau Hidup Kami Dirampas”

Ket. Foto : Irwan Suge Juru bicara aliansi masyarakat Kecamatan Tojo Barat, saat menggelar mimbar rakyat menolak perkebunan sawit. (Dok. Pribadi)

Touna, Timursulawesi.id – Ratusan warga dari berbagai desa di Kecamatan Tojo Barat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tojo Barat menggelar pertemuan rakyat bertajuk Mimbar Rakyat Menolak Perkebunan Sawit” di Desa Ujung Tibu.

Aksi ini merupakan bentuk penolakan keras terhadap rencana Pemerintah Kabupaten Tojo Una-Una yang akan menjadikan Tojo Barat sebagai wilayah pengembangan perkebunan sawit.

banner 728x90

Kegiatan yang dimulai pukul 09.30 hingga 11.30 WITA itu turut mengundang anggota DPRD Dapil III, pejabat dari Dinas Pertanian Kabupaten, Camat Tojo Barat, para kepala desa serta BPD se-Kecamatan Tojo Barat. Namun, tak satu pun dari pihak pemerintah hadir dalam pertemuan tersebut.

Sikap diam mereka adalah pengkhianatan terhadap rakyat,” tegas Irwan Suge, juru bicara aliansi pada Rabu, 18 Juni 2025.

Penolakan masyarakat berakar dari kekecewaan terhadap proses awal pengembangan perkebunan sawit yang dinilai dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Pada Desember 2024, pemerintah kecamatan sempat mengadakan pertemuan dengan kepala-kepala desa melalui pesan singkat WhatsApp, membahas rencana survei lokasi oleh perusahaan, tidak ada undangan resmi, apalagi sosialisasi kepada masyarakat yang wilayahnya menjadi target proyek.

Berita lainnya :  Parigi Moutong Ikuti Penilaian Mandiri Pangan Aman 2025, Dorong Penguatan Pengawasan Pangan Daerah

Sosialisasi berikutnya berlangsung pada Juni 2025 di Desa Matako dan Desa Nggawia, yang difasilitasi oleh Asisten II Pemerintah Kabupaten, Camat Ampana Tete (mewakili perusahaan), dan Camat Tojo Barat. Dalam pertemuan itu, pihak perusahaan yang tak disebutkan namanya menjanjikan keuntungan besar kepada warga melalui program plasma – pembagian hasil panen 60:40, penghasilan jutaan rupiah tanpa bekerja, bahkan harapan bisa menyekolahkan anak sampai menjadi dokter.

Namun masyarakat menilai janji itu tak lebih dari iming-iming palsu. “Kami tidak bisa dibeli dengan mimpi. Kami tahu bagaimana sawit merusak dan memperdaya,” ujar Irwan

Aliansi menuding Camat Tojo Barat telah mengkhianati pernyataan resminya yang ditandatangani Desember lalu, di mana ia menolak pembangunan sawit dan berkomitmen membangun gudang durian sebagai bentuk dukungan terhadap pertanian lokal.

Berita lainnya :  Pemda Parigi Moutong, Tetapkan PSU Pilkada Pasca Putusan MK Libur Bersama

Namun kenyataannya, camat kini justru aktif mengawal sosialisasi sawit bersama pihak perusahaan.

“Camat kami dulu tolak sawit, sekarang mendukungnya. Ini bukan sekadar kebijakan, ini penghianatan terang-terangan kepada rakyat,” kata salah satu peserta aksi.

Dalam forum, berbagai komoditas lokal yang telah lama menjadi sumber kehidupan masyarakat kembali disorot: kelapa, cokelat, durian montong, alpukat, dan padi. Harga komoditas ini pun terbilang tinggi dan stabil: kopra Rp17.000–Rp19.000/kg, kakao Rp114.000/kg, durian montong Rp20.000–Rp30.000/kg, alpukat Rp10.000–Rp11.000/kg.

“Kami sudah sejahtera dari bumi kami sendiri. Mengapa harus dipaksa pindah ke sistem yang bisa merampas tanah kami dan menjadikan kami buruh di tanah sendiri,” seru Irwan.

Aliansi juga menyebutkan berbagai konflik agraria di tempat lain sebagai peringatan keras perampasan tanah oleh PT. SPN di Morowali Utara, PT. HIP di Buol, hingga persoalan plasma yang merugikan petani di berbagai wilayah Indonesia.

Berita lainnya :  DPRD Parigi Moutong Dorong Diskominfo Utamakan Media Lokal

“Kami tidak ingin anak cucu kami mewarisi konflik dan kerusakan lingkungan. Cukup kami belajar dari pengalaman pahit daerah lain.” ungkapnya.

Kekecewaan mendalam juga ditujukan kepada anggota DPRD Dapil III dan pejabat pemerintahan yang tak menghadiri pertemuan ini. Padahal mereka memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk menyuarakan keresahan masyarakat.

Salah satu tokoh masyarakat, Yasser Fadayen, yang hadir sebagai pembicara, menyayangkan absennya para wakil rakyat.

“Ini bukan hanya forum aspirasi, ini momen untuk mencegah krisis. Tapi mereka memilih diam. Diam mereka berarti menyetujui.” tuturnya.

Dalam pernyataan akhirnya, Aliansi Masyarakat Tojo Barat menegaskan:

  1. Menolak rencana pengembangan perkebunan sawit di Tojo Barat.
  2. Mendesak pemerintah fokus pada pengembangan komoditas unggulan lokal.
  3. Menuntut kehadiran penyuluh aktif dan dukungan sarana produksi pertanian.
  4. Memastikan harga hasil bumi diserap dan dijamin oleh pemerintah.
  5. Menolak segala bentuk pemaksaan atau manipulasi informasi kepada masyarakat.

“Kami bukan anti pembangunan. Tapi pembangunan yang kami mau adalah yang berakar dari tanah kami sendiri, bukan yang mencabut akar kami dan menanam konflik,” pungkas Irwan dengan suara tegas.

Penulis: (***/Ma'in)Editor: Zakki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *