
Parigi Moutong, Timursulawesi.id – Ratusan warga yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Tani (PRT) menggelar aksi demonstrasi besar-besaran menolak aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Tada, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, pada Rabu (28/5/2025).
Aksi dimulai pukul 10.00 WITA dengan konvoi mengelilingi sejumlah desa di wilayah Tinombo Selatan. Massa kemudian memusatkan aksinya di Jembatan Desa Tada, yang dijadikan simbol perlawanan terhadap maraknya tambang emas ilegal di kawasan tersebut.
Dalam orasinya, Koordinator Lapangan Romansyah menyampaikan bahwa aktivitas PETI telah menimbulkan dampak serius terhadap kehidupan petani. Ia menyebut sekitar 6.000 hektare lahan sawah rusak akibat limbah tambang ilegal.
“Sebanyak 6.000 hektare sawah terdampak aktivitas tambang emas ilegal. Ini sangat meresahkan dan menghancurkan lahan pertanian kami,” teriak Romansyah di hadapan massa.
Ia menambahkan, penolakan terhadap PETI sebenarnya telah berlangsung sejak 2012, namun hingga kini belum ada penindakan serius dari aparat penegak hukum. Alih-alih dihentikan, tambang ilegal justru semakin meluas dan beroperasi secara terang-terangan.
“Kami menduga ada keterlibatan aparat desa dan oknum kepolisian dalam pembiaran ini. Petani tidak menjadi sejahtera, justru semakin merugi,” tegasnya.
Dalam aksi tersebut, massa menuntut agar aparat desa, camat, serta pihak kepolisian segera menandatangani kesepakatan bersama untuk menutup seluruh aktivitas tambang ilegal di wilayah Kecamatan Tinombo Selatan.
Mereka juga mendesak para kepala desa di wilayah terdampak seperti Tada Selatan, Oncone Raya, Tada Induk, Silutung, Tada Utara, Tada Timur, dan Poli untuk menyatakan sikap secara terbuka serta mendukung upaya penyelamatan lahan pertanian.
“Kami tidak ingin perjuangan ini sia-sia. Sudah banyak aksi dilakukan, bahkan ada korban jiwa. Jika tuntutan tidak dipenuhi, kami siap menutup akses Jalur Trans Sulawesi,” ancam Romansyah, yang disambut sorakan dukungan dari massa aksi.
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa aksi berlangsung damai dan dikawal ketat oleh ratusan personel dari Polres Parigi Moutong. Pengamanan dilakukan guna mencegah potensi gangguan dan memastikan jalannya aksi tetap tertib.
Hingga siang hari, demonstrasi berjalan kondusif. Namun, massa menegaskan akan kembali menggelar aksi dengan skala yang lebih besar jika tuntutan mereka tidak direspons.
Sebagai catatan, aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) seperti yang terjadi di Tinombo Selatan melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, di antaranya:
- UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Pasal 158: Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar. - UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 98 ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja mencemari lingkungan dapat dipidana hingga 10 tahun penjara dan denda sampai Rp10 miliar. - UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan jo. UU No. 6 Tahun 2023
Pasal 72–74: Melarang pengalihfungsian lahan pertanian tanpa izin, dengan sanksi pidana dan denda.
Aksi ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk tidak lagi bersikap pasif terhadap persoalan tambang ilegal. Masyarakat berharap, melalui tekanan publik dan aksi damai ini, langkah konkret segera diambil demi menyelamatkan pertanian, lingkungan, dan masa depan warga Tinombo Selatan.